Tag Archives: anak yatim maksud
SEDEKAH MELINDUNGI DARI MALAPETAKA….
Pada zaman Nabi Sulaiman AS, hidup seorang lelaki yang mempunyai pohon besar di samping rumahnya. Di atas pohon tersebut terdapat sarang burung yang berisi beberapa ekor anak merpati. Kemudian isteri kepada lelaki itu menyuruhnya memanjat pohon besar itu dan mengambil anak merpati untuk dijadikan makanan bagi anak-anak mereka. Lelaki itu pun lantas melakukanya.
Selepas kejadian itu, ibu kepada anak merpati menghadap baginda Nabi Sulaiman AS. Sang ibu menceritakan kejadian tersebut. Akhirnya Nabi Sulaiman memanggil lelaki itu dan menyuruhnya untuk bertaubat. Lelaki itu berjanji kepada Nabi Sulaiman untuk tidak akan mengulangi perbuatannya tadi.
Suatu ketika, si isteri menyuruhnya untuk mengambil anak merpati lagi. Lelaki itu pun berkata kepada isterinya, “Aku tidak akan melakukanya lagi. Sebab Nabi Sulaiman telah melarangku untuk berbuat yang demikian.”
Isterinya menjawab, “Apakah kamu menyangka Nabi Sulaiman akan mempedulikan dirimu atau merpati itu? Sedangkan dia selalu sibuk dengan urusan kerajaannya.”
Si isteri tak henti-henti memujuknya agar dia mahu melakukanya lagi. Hingga akhirnya dia mengalah juga. Seperti biasanya ia memanjat pohon besar itu dan mengambil anak merpati lagi.
Ibu merpati kembali menghadap Nabi Sulaiman dan mengadukan kejadian itu. Nabi Sulaiman pun menjadi marah dengan kejadian itu. Kemudian Nabi Sulaiman memanggil dua ekor jin, yang satu berasal dari hujung timur dan yang satu lagi berasal dari penjuru barat.
Nabi Sulaiman AS berkata kepada dua jin itu, “Jagalah pohon besar itu. Dan ketika lelaki tersebut mengulangi perbuatannya mengambil anak merpati itu. Peganglah kedua kakinya dan jatuhkan ia dari pohon itu.”
Kedua ekor jin itu pun bergegas pergi dan menjaga pohon itu.
Ketika merpati sudah beranak lagi, lelaki itu segera memanjat dan meletakkan kedua kakinya pada pohon itu. Tiba-tiba datanglah seorang pengemis mengetuk pintu rumahnya. Lalu ia menyuruh isterinya untuk memberikan sesuatu pada pengemis itu.
Lantas isterinya berkata, “Aku tidak punya apa-apa.” Laki-laki itu turun dari pohon dan mengambil segenggam makanan. Lalu ia memberikanya kepada si pengemis itu. Setelah itu ia kembali memanjat pohon dan mengambil anak merpati.
Setelah itu, merpati kembali menghadap Nabi Sulaiman dan mengadukan kejadian tersebut kepadanya. Nabi Sulaiman bertambah marah. Kemudian ia memanggil kedua ekor jin yang diberi tugas menjaga pohon itu.
Nabi Sulaiman berkata pada kedua ekor jin itu, “Kalian berdua telah mengkhianatiku!”
Dua jin itupun menjawab, “Kami sama sekali tidak menghianatimu. Kami terus menjaga pohon itu. Hanya saja, ketika lelaki itu memanjat pohon datanglah seorang pengemis mengetuk pintu rumahnya. Lalu ia memberikan segenggam gandum untuk pengemis itu. Saat dia kembali memanjat pohon, kami sudah bergegas untuk mendapatkannya. Namun tiba-tiba Allah mengutus dua malaikat. Salah satu dari mereka memegang leherku dan melemparku sampai ke tempat terbitnya matahari. Sedang yang satunya lagi memegang leher sahabatku dan melemparnya sampai ke tempat terbenamnya matahari.”
Demikianlah sebuah cerita dari Kitab Tanqihul Qaulil Hatsits karya Syekh Nawawi Al-Bantani. Betapa sedekah dapat menjadi sebab terhindarnya seseorang dari mara bahaya. Tetapi yang disedekahkan itu wajiblah barang yang halal. Namun jika yang disedekahkan adalah barang yang haram pasti akan berlaku kecelakaan terhadap orang itu.
Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, “Sungguh, di dalam neraka terdapat rumah yang disebut baitul huzni (rumah kesusahan). Allah menyediakannya untuk orang yang bersedekah dari barang yang haram.”
BUTIR MUTIARA
Rasa Hamba Kekalkanlah
Petikan Dari : http://www.majalahummati.com
Manusia di dunia ini, bagaimanapun hebatnya, tidak ada yang menciptakan dirinya sendiri. Dan kitapun akur bahwa kita adalah hamba pada Allah sebagai Tuhan kita. Tapi ‘mengaku’ saja bahwa kita hamba, tidaklah cukup. Manusia bukan saja mesti tahu dengan akalnya bahwa dirinya hanyalah hamba Allah, tapi manusia juga mesti merasa dengan hatinya kalau dia memang hamba Allah. Rasa bahwa diri kita hamba atau rasa hamba ini harus diusahakan dan bila Allah sudah anugerahkan rasa hamba, maka kitapun harus mengekalkannya dalam hati kita.
Rasa hamba atau rasa Kehambaan yang dimaksudkan adalah rasa-rasa kita sebagai hamba pada Allah sebagai Tuhan, misalnya rasa lemah dihadapan Allah, rasa hina, merendah diri dengan-Nya, tidak sempurna, tidak ada kuasa, memerlukan bantuan dan pertolongan Allah. Bila seorang hamba atau manusia memiliki rasa kehambaan, maka otomatis dia juga akan memiliki rasa-rasa manusia yang memiliki Tuhan atau disebut rasa Bertuhan. Seperti rasa dikuasai oleh Tuhan, diketahui, dilihat, didengar dan lain-lain lagi.
Kita sebagai manusia, harus menerima kenyataan atau hakekat ini. Janganlah kita sombong dan membesarkan diri karena kita hanyalah hamba Allah yang tidak ada kuasa apa-apa. Kalau betul kita berkuasa atas diri kita, coba kita hilangkan sakit waktu kita jatuh sakit. Atau adakah manusia yang dapat mengelak dari kematian walaupun dia seorang raja?
Jangan pula mentang-mentang kita pandai lalu rasa Kehambaan hilang. Atau waktu kita kaya dan berkuasa maka gersanglah rasa Bertuhan. Tidak merasa diawasi oleh Allah dan kemudian kita bertindak zalim pada orang lain. Di waktu itu kita merasa bahwa kitalah segala-galanya, kita super power. Kalau memang betul kita memiliki power, kenapa kita tidak tolak saja bala bencana yang datang menimpa? Kenapa tidak tolak saja ujian-ujian yang menyusahkan kita? Juga kejahatan orang yang kita dapat timpa-menimpa?
Mengapa tidak ditolak saja perkara-perkara yang negatif itu dengan kuasa yang ada? Dengan kekayaan dan ilmu yang kononnya banyak? Inilah satu bukti yang menunjukkan kita ini hanyalah hamba Allah, kita sangat lemah untuk menolak perkara yang kita tidak suka. Kalau begitulah hakekat diri kita, janganlah sombong, rujuklah saja pada Allah sekalipun kita kaya, berilmu dan berkuasa. Lebih-lebih lagi harta kekayaan dan segala yang ada pada kita, Allah boleh tarik bila-bila saja. Hakekatnya semua itu tidak ada milik kita.
Sudah sepatutnya kita sebagai manusia senantiasa kembali pada Allah untuk memohon pertolongan-Nya, mengabdikan diri pada-Nya dan hendaknya kita bernaung dibawah kekuasaan-Nya. Pada Allah sajalah kita memohon keselamatan dan senantiasa merendah diri pada-Nya. Jika kita merendah diri pada Allah, kita tidak akan sombong pada manusia lain dimana mereka itu juga hamba Allah. Sama-sama hamba Allah, sama-sama lemah.
Orang yang cerdik hatinya, dia tidak akan mencari nahas dengan berlagak sebagai ‘Tuan’. Sebab hatinya sadar bahwa hanya ‘Allah’ sebagai ‘Tuan’ bagi semua makhluk termasuk diri kita. Allah telah banyak memberi contoh pada kita, manusia yang sombong dengan Allah akan menerima padahnya lagi di dunia. Wal iyazubillah.
Marilah kita berdoa pada Allah, semoga Allah menganugerahkan rasa hamba yang kekal dalam diri kita hingga ke penghujung hayat kita.